BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ilmu
administrasi publik erat kaitannya dengan birokrasi atau pemerintahan. Ilmu
administrasi publik merupakan ilmu yang berusaha untuk mengetahui,
menganalisis, dan memecahkan persoalan-persoalan kenegaraan. Sehingga mampu
menjawab tuntutan-tuntutan dari masyarakat secara umum, bukan sekedar untuk memenuhi
kepentingan golongan elit yang cenderung merugikan rakyat. Penyelesaian
masalah-masalah negara tersebut berawal dari munculnya sebuah permasalahan
dalam masyarakat. Dari permasalahan tersebut, selanjutnya berkembang menjadi
isu-isu pokok. Dari sini, ilmu administrasi publik harus peka terhadap isu-isu
tersebut, sehingga dapat merumuskannya menjadi suatu kebijakan publik untuk
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apa
makna utama Administrasi Publik?
b. Apa
yang dimaksud Birokrasi dan birokratisasi?
1.3
Manfaat
dan Tujuan
a. Mengetahui
makna utama Administrasi Publik
b. Mengetahui
Birokrasi dan birokratisasi
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1 Makna Utama
Administrasi Publik
Dalam konteks
penyelenggaraan pemerintahan, administrasi publik akan memainkan sejumlah peran
penting dalam menyelenggarakan pelayanan publik guna mewujudkan salah satu
tujuan utama dibentuknya negara yakni kebahagiaan bagi masyarakat. Lebih jauh
lagi pembatasan definisi ilmu administrasi publik mengalami krisis.[1]
Menurut Nicholas henry (public administration and public affairs) menyarankan
bahwa pehaman administrasi bisa dipahami lewat paradigm. Paradigma ini akan
dapat dimengerti dalam hubungannya dengan istilah Locus dan Focus tersebut.
Locus menurut letak/kelembagaan dari administrasi berada berupa public interest dan public affairs, dan Focus sesuai sasaran spesialisasi bidang studi
yaitu teori organisasi dan ilmu manajemen.[2]
Oleh karena
bahasan administrasi public masih bersifat abstrak, sulit memberi definisi yang
pasti terhadapnya karena apabila memberikan batasan definisi yang pasti akan
menimbulkan banyak pertanyaan dan semakin tidak dapat mengungkap definisi inti
dari administrasi public.
Menurut pendapat saya pengertian dari ilmu administrasi publik ialah suatu
penerapan ilmu sosial (dan ilmu lain) pada masalah-masalah kemasyarakatan yang
membahas dan menelaah tentang teori organisasi, manajemen, tata pemerintahan
yang bertanggung jawab untuk kebahagiaan masyarakat. Ia merupakan sebuah mata
pelajaran, suatu profesi, dan suatu lapangan. Administrasi publik menjembatani
disiplin-disiplin, dan karena itu, mengambil bagian yang relevan dari
disiplin-disiplin itu serta menerapkannya pada masalah-masalah publik. Lebih
lanjut administrasi publik memiliki mandat legislasi untuk menjalankan
kebijakan publik yang bertanggung jawab. Tentunya dengan bantuan organisasi dan
manajemen yang baik. Dalam hal ini juga perlu dipelajari lebih jauh bagaimana
etika para penyelenggara negara yang juga sebagai pelayan publik. Jadi
bagaimana pribadi dan etika pemerintah haruslah lebih baik agar bisa menjadi
contoh bagi yang diperintah agar nantinya tidak menimbulkan disintegrasi. Oleh
sebab itu kontrol sosial memegang peranan dalam upaya check and balance terhadap pemerintah.
Lalu makna utamanya ialah adanya interaksi atau hubungan timbal balik
antara pemerintah dan yang diperintah atau pemberi layanan dan penerima layanan
dimana interaksi tersebut dapat terwujud karena adanya aspirasi-aspirasi dari
masyarakat yang akhirnya menimbulkan suatu efek responsif dari pemerintah untuk
menampung dan merepresentasikan aspirasi tersebut dalam bentuk kebijakan
publik.
Administrasi publik menyangkut penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, yang
dilakukan oleh birokrasi dalam skala besar untuk kepentingan publik.
Refleksinya, pemegang kekuasaan memiliki otoritas dan wewenang yang besar dalam
mengambil setiap kebijakan guna memenuhi kebutuhan publik.[3]
Dalam hal ini pemegang kekuasaan diharapkan lebih responsive dalam mengambil
kebijakan publik.
Tujuan utama dari administrasi publik ialah bagaimana mewujudkan good
governence yang terpola sesuai dengan sistem negara yang dianut agar dapat
mengkondisikan dengan keadaan masyarakat pemerintahan pada umumnya. Jadi
pemerintah adalah abdi dari masyarakat itu sendiri, yang semua kebijakannya
disesuaikan agar dapat memenuhi kebutuhan secara komperhensif masyarakatnya.
Hubungan timbal balik antara pemerintah dan yang diperintah menimbulkan suasana
birokrasi yang ideal. Jadi intinya kebijakan publik itu dibuat semata-mata
untuk mempermudah segala akses yang dibutuhkan masyarakat agar tercapai suasana
kondusif dalam bernegara.
Karena administrasi publik adalah ilmu terapan aplikatif dimungkinkan
terdapat aspek prosedural dan substansial, Aplikasi nyata keadaan negeri kita
ini memang telah mengarah pada tataran ideal administrasi publik yang
seharusnya, namun masih banyak hal yang perlu menjadi bahan koreksi agar
tercapai suatu good governence yang kuat di masa yang akan datang. Ini semua
masih dalam tataran prosedural namun masih belum menyentuh ke hal substansional
dimana seharusnya kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama dalam
menentukan sebuah kebijakan. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya kebijakan
pemerintah yang diambil bukan berdasarkan pada kepentingan masyarakat tapi
malah justru kebijakan itu lahir karena transaksional para pemimpin negeri ini.
2.2
Birokrasi dan Birokratisasi
Tidak dapat dipungkiri
bahwa birokrasi mutlak diperlukan dalam pemerintahan seiring dengan
perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi. Walaupun secara empiris,
birokrasi tidak dapat menjamin tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
sepenuhnya, bahkan terkadang birokrasi tampak merugikan dan menyengsarakan
rakyat. Seperti yang diungkapkan Henry (1988) bahwa pemerintah tak lagi bekerja
untuk rakyat, dan birokrasi negara kadangkala memerangi rakyat.[4]
Namun, birokrasi harus ada dan tidak bisa dihindarkan, baik pada organisasi
publik maupun organisasi privat.
Banyak orang menghakimi
bahwa birokrasi identik dengan kebohongan dan manipulasi. Namun, perlu dipahami
terlebih dahulu definisi birokrasi dalam konteks idealisme. Mengacu pada
gagasan Eisenstadt (1959)[5]
yang mengemukakan 2 pandangan birokrasi yaitu: 1) Birokrasi sebagai alat yang
efektif dan efisien untuk mewujudkan lesan-lesan tertentu, dan 2) Birokrasi
sebagai alat untuk memperoleh, mempertahankan, dan melaksanakan kekuasaan. Maka
dapat didefinisikan bahwa Birokrasi merupakan suatu badan atau lembaga yang ada
pada pemerintahan dengan tugas utama sebagai perencana dan pelaksana dari
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah, dengan menggunakan kekuasaan
sebagai instrumen pelaksanaannya. Sehingga, birokrasi tidak dapat dipisahkan
dengan kebijakan publik. Pelaksana dari birokrasi itu sendiri yaitu para
birokrat, yang merupakan pejabat negara yang digaji dan memiliki otoritas. Jika
dipahami melalui paradigma pertama administrasi negara, yaitu dikotomi politik-administrasi,
maka dapat dikatakan bahwa birokrasi adalah administrasi, sehingga otomatis
para birokrat adalah administrator publik. Secara sederhana, Max Weber (dalam
Albrow, 1989) memberikan pernyataannya bahwa ciri pokok pejabat birokratis,
bahwa ia adalah orang yang diangkat. Dan tidak ada pelaksanaan otoritas yang
benar-benar birokratis, yakni semata-mata melalui pejabat yang dibayar dan
diangkat secara kontraktual.[6]
Faktanya, saat
ini birokrasi cenderung menampakkan wajah negatif. Hal ini dapat dilihat dari
kualitas dan kuantitas para birokrat yang menduduki kursi pemerintahan. Secara
kuantitas, jumlah birokrat selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di
samping itu, kekuatan daya tahan suatu organisasi publik cukup tinggi dari pada
organisasi privat atau swasta. Seperti yang diungkapkan Kaufman (dalam Henry,
1988) bahwa angka kegagalan perusahaan melebihi angka kematian badan
pemerintah.[7]
Namun, secara kualitas, kita perlu mempertanyakan apakah badan atau lembaga
yang masih memiliki eksistensi itu tetap menjalankan tugasnya dengan baik yaitu
melayani kepentingan rakyat, dan apakah dengan jumlah birokrat yang selalu
meningkat dapat menjamin peningkatan kualitas pelayanan.
Jika dikaitkan
dengan teori birokrasi klasik Max Weber yang menungkapkan birorasionalitas, biroefisiensi,
dan biropatologi (dalam paper Soesilo
Zauhar) dengan mengamati kenyataan yang ada pada lembaga birokrasi saat ini,
maka dapat dikatakan bahwa birokrasi saat ini sedang menduduki ciri
biropatologi, yaitu suatu kondisi dimana birokrasi tidak lagi bekerja secara
efektif dan efisien, melainkan terdapat pemborosan-pemborosan yang berdampak
negatif bagi kehidupan rakyat. Misalnya saja dalam pelaksanaan suatu kegiatan
yang membutuhkan kepanitiaan, akan terdapat penggelembungan jumlah kepanitiaan
yang mengakibatkan pembengkakan anggaran biaya yang seharusnya dapat
diminimalisir. Hal ini hendaknya dapat menjadi evaluasi dalam upaya peningkatan
efektifitas birokrasi.
Mengacu pada kondisi pemerintahan
saat ini, dimana pemerintah menghadapi permasalahan yang semakin kompleks, maka
perlu adanya birokratisasi. Birokratisasi merupakan proses menjalankan
prinsip-prinsip birokrasi, dalam arti proses pembirokrasian lembaga-lembaga
pemerintah sesuai dengan prinsip birokrasi ideal, yaitu perubahan dari
birokrasi tradisional menjadi legal-rasional, serta perubahan dari personal
administratif menjadi impersonal administratif. Birokratisasi perlu dilakukan
untuk mengembalikan fungsi birokrasi yang sesungguhnya yaitu sebagai pelayan
publik. Birokratisasi juga diperlukan untuk menghadapi peningkatan jumlah
penduduk, pesatnya kemajuan teknologi dan tuntutan masyarakat akan
kesejahteraan. Prinsip birokrasi yang diharapkan masyarakat saat ini adalah
birokrasi yang “memanusiakan manusia”, dalam arti adanya keluwesan dalam
menjalankan sistem pemerintahan. Luwes bukan berarti tidak memiliki kepastian
dan keajegan, tapi memiliki fleksibilitas sehingga tidak hanya berpedoman pada
teori-teori yang baku melainkan bisa menyesuaikan dengan realitas yang terjadi
di masyarakat.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegunaan utama administrasi publik ialah berkaitan dengan pelayanan, ada
dua istilah yang perlu diketahui, yaitu melayani dan pelayanan. Pengertian
melayani adalah membantu menyiapkan(mengurus) apa yang diperlukan seseorang.
Sedangkan pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain. Jadi
administrasi publik digunakan untuk memberikan pelayanan publik dan
menyelenggarakan pemerintahan dalam suatu negara.
Dari uraian-uraian di atas penulis berkesimpulan bahwa birokrasi akan ideal
apabila administrasi publik memiliki kualitas dan mutu yang prima, oleh sebab
itu penekanan fungsi perlu mendapat porsi lebih dalam upaya menguatkan pondasi
lembaga publik untuk mencapai keadaan bernegara yang stabil dan kondusif. Pergeseran
dari penekanan pada pembangunan dan pemeliharaan lembaga menuju penekanan pada
anomali-anomali sosial mempunyai perumpamaan penting dalam studi administrasi
negara. Dengan interval waktu yang cukup memungkinkan pelayanan publik menjadi
modal yang kuat dalam menjalankan roda pemerintahan dalam masa yang akan
datang.End
Sumber
Nicholas Henry, Administrasi Negara dan Masalah-Masalah
Kenegaraan, Terjemahan Luciana D. Lontoh, Edisi pertama, Jakarta, CV
Rajawali, 1988, halaman 23.
Lihat paper Birokrasi, Birokratisasi dan Post Bureaucracy karya Susilo Zauhar.
Thoha,
Miftah, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, 3rd Ed.,Jakarta, CV
Rajawali, 1988, halaman 8
Nicholas Henry, Administrasi Negara dan Masalah-Masalah
Kenegaraan, Terjemahan Luciana D. Lontoh, Edisi pertama, Jakarta, CV
Rajawali, 1988, halaman 23.
Lihat
paper Birokrasi, Birokratisasi dan Post
Bureaucracy karya Susilo Zauhar.
Martin
Albrow, Birokrasi, Terjemahan M.Rusli
Karim dan Totok Daryanto, Yogyakarta, PT Tiara Wacana, 1989, halaman 31.
Lihat
Nicholas Henry, Administrasi Negara dan Masalah-Masalah Kenegaraan, halaman 14.
http://staff.ui.ac.id/internal/0900300014/publikasi/ParadigmaAdmPublikTKRevisiasrequested.pdf