Wednesday, June 13, 2012

EKONOMMI PUBLIK


PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
- Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara termasuk didalamnya bagian-bagian harta milik kekayaan itu dan segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya, baik kekayaan yang berada dalam pengurusan para pejabat-pejabat atau lembaga yang termasuk pemerintahan maupun yang termasuk dalam penguasaan dan pengurusan bank pemerintah maupun badan hukum publik maupun perdata.
- Hak negara merupakan segala usaha pemerintah untuk mengisi kas negara yang meliputi; mencetak uang, menarik pajak, menarik iuran dan pungutan lain, menadakan pinjaman, mengadakan pinjaman paksa.
- Kewajiban negara meliputi penyelenggaraan tugas negara, serta membayar tagiahan kepada pihak ketiga.
- Ruang lingkup keuangan negara (a) Keuangan Negara yang dikelola langsung oleh pemerintah yang meliputi APBN, APBN, dan barang-barang negara; serta (b) Keuangan negara yang pengelolaannya dipisahkan.

PENGERTIAN APBN
APBN merupakan perangkat utama kebijakan pembangunan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan, yang sebetulnya juga merupakan landasan kebijakan pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun

Klasifikasi anggaran negara
- Klasifikasi fungsional adalah pengelempokan anggaran berdasarkan aktivitas yang sama baik untuk anggaran pengeluaran rutin maupun pembangunan. Baerdasarkan klasifikasi ini anggaran pengeluaran rutin dibagi menjadi beberapa sektor, subsektor, program dan kemudian menjadi beberapa kegiatan. Sedangkan angtgaran pembangunan menjadi sektor subsektor, program dan kemudian beberapa proyek.
- Klasifikasi organik adalah pengelompokan anggaran berdasarkan struktur organisasi pemerintahan. Dalam hal anggaran struktur departemen dan lembaga negara mampu menggambarkan hak dan kewajiban setiap unit yang ada.
- Klasifikasi obyek adalah pengelompokan anggaran anggaran pengeluaran yang didasarkan pada obyek pengeluarannya. Setiap pengeluaran dibagi menjadi sub pengeluaran sesuai dengan mata anggarannya (MA). Misalnya belanja pegawai, belanja barang, subsidi   daerah otonom, bunga dan cicilan utang, pengeluaran rutin lainnya.
- Klasifikasi ekonomis adalah pengelompokan anggaran berdasarkan konsumsi dan investasi.

PRINSIP PENYUSUNAN ANGGARAN
- Keterbukaan  --diketahui oleh rakyat dan dibahas bersama DPR
- Periodik – APBN mempunyai periode 1 tahun.
- Fleksibilitas – anggaran atas dasar asumsi-asumsi yang dapat dipertanggung jawabkan.
- Prealabel – tidak dapat langsung dilaksanakan sebelum mendapat persetujuan DPR.
- Kecermatan –hindari salah perhitungan dan pemborosan.
- Kelengkapan – semua pengeluaran dan penerimaan harus ditampakkan dalam anggaran. Penerimaan tidak dapat secara langsung dokompensasikan dengan ke pengeluaran.
- Komprehensip – semua kegiatan pemerintahan  harus dimuat dalam anggaran.
- Terinci – penerimaan dan pengeluaran atas dasar klasifikasinya.
- Berimbang – antara penerimaan dengan pengeluaran.
- Dinamis – dinamika penerimaan harus sejajar dengan pengeluaran.

PENDEKATAN PENYUSUNAN ANGGARAN
- Pendekatan Wens begroting adalah pendekatan penyusunan atas dasar keinginan dari organisasi yang paling bawah.
- Pendekatan Plafond begroting penyusunan anggaran yang didasarkan pada plafon tertinggi.
- Pendekatan campuran.

MANFAAT DAN BIAYA PROYEK
Manfaat proyek
- Manfaat riil selanjutnya dapat dibedakan menjadi manfaat langsung yang berkaitan dengan tujuan langsung proyek, sedangkan manfaat tidak langsung adalah mertupakan manfaat sampingan dari adanya proyek. Berkurangnya banjir, dan persediaan pengairan yang meningkat merupakan bentuk dari manfaat langsung dari proyek irigasi.
- Manfaat riil selanjutnya dapat dibedakan menjadi manfaat tangible yang dapat diraba dan intangible benefit. Dapat tidaknya dinilai dipasar merupakan pem,bedaan kriteria ini. Kenaikan produksi pertanian, merupakan tangible benefit, sedangkan manfaat sosial seperti hilangnya hutan yang lebat diganti dengan pemandangan danau buatan merupakan manfaat yang tidak dapat diraba.
- Manfaat riil selanjutnya dapat dibedakan menjadi manfaat internal yang merupakan batas kawasan sebuah proyek didefinisikan dan external benefit.

Biaya proyek
- Biaya riil selanjutnya dapat dibedakan menjadi biaya langsung yang berkaitan dengan biaya langsung proyek misalnya biaya konstruksi dam, sedangkan biaya tidak langsung misalnya relokasi warga.
- Biaya riil selanjutnya dapat dibedakan menjadi biaya tangible yang dapat diraba dan intangible cost. Dapat tidaknya dinilai dipasar merupakan pembedaan kriteria ini. Hilangnya keindahan pemandangan lebatnya hutan adalah biaya yang tidak dapat diraba.
- Biaya riil selanjutnya dapat dibedakan menjadi biaya internal yang merupakan batas kawasan sebuah proyek didefinisikan dan external cost.

ANALISIS MANFAAT DAN BIAYA PROYEK
Analisa biaya manfaat meimbulkan beberapa masalah yang berkaitan dengan pembobotan dan
kesejahteraan ekonomi, yaitu:
- Evaluasi proyek yang didasarkan pada agregasi manfaat dan biaya secara sederhana tidak akan menghasilkan efisiensi pareto, karena ada pihak yang diuntungkan sementara pihak lain dirugikan.
- Jika implikasi distribusi dari setiap proyek alternatif alternatif berbeda, maka perbedaan ini dapat diselesaikan dengan penerapan bobot distribusi (pendapatan). Ketetapan penerapan bobot tersebut tergantung pada tersedianya cara-cara alternatif untuk mendapatkan penyesuaian distribusi

Contoh pembobotan 
Pendapatan                       Bobot sosial marginal
Dibawah -  10.000                            10
10.000    -   20.000                             5
20.000    -   30.000                             2
30.000    -   Keatas                             1  


TUJUAN KEBIJAKAN FISKAL

Meningkatkan laju investasi  dengan pengendalian konsumsi baik aktual maupun   potensial dan dengan meningkatkan rasio tabungan marginal melalui:
- kontrol fisik langsung (membatasi konsumsi);
- peningkatan tarif pajak;
- penerapan pajak baru; dan
- Pinjaman pemerintah.

- Mendorong investasi optimal secara sosial (sesuai keinginan masyarakat)
yang mendorong investasi pada overhead sosial, sarana dan prasarana ekonomi. Meningkatkan kesempatan kerja Stabilisasai ekonomi ditengah ketidakstabilan internasional(term of trade). Menanggulangi inflasi Meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional

KEBIJAKAN PERPAJAKAN
- Membatasi konsumsi ke investasi
- Dorongan menabung dan investasi
- Transfer sumber daya ekonomi dari masyarakat ke pemerintah
- Memodifikasi pola investasi
- Mengurangi dan memperkecil ketimpangan
- Memobilisasi surplus ekonomi.

PENJUALAN OBLIGASI OLEH PEMERINTAH.

TAHUN
JENIS OBLIGASI
MATA UANG
1960
Obligasi  Negara dijual di dalam negeri (terbentur inflasi)
-
1978
Obligasi  Negara dijual di Jepang
100 milyar Yen

Obligasi  Negara dijual di Jerman
100 juta DM Jerman
1979
Obligasi  Negara dijual di Belanda
75 juta Gulden

Obligasi  Negara dijual di Kuwait
7 juta Dinar

Obligasi  Negara dijual di Swiss
75 juta France

Obligasi  Negara dijual di Jepang
10 Milyar Yen
1982
Menerbitkan surat obligasi dengan tingkat suku bunga mengambang (Floating Rate Note) 0,25% diatas LIBOR (London Inter Bank Offered Rate) yang ditangani oleh kelompok Bank Eropa dan Amerika untuk menarik dana darui luar negeri.
-


BEBERAPA JENIS OBLIGASI. Sumber : Kavaljit Singh, 1998.
Domestic Bond : Obligasi diterbitkan dan dijual di dalam negeri
Overseas Bond: Obligasi ini diterbitkan oleh suatu negara dalam mata uangnya sendiri tetapi dijual dijual dinegara lain dalam mata uang negara tersebut.
Eurobonds: Obligasi internasional standar dengan cirri; (1) Mata uang tidak didasarkan negara yang menerbitkan; (2) penerbit adalah pihak asing (3) dijual di pasar modal banyak negara; bila diterbitkan India dapat berupa convertible bond
Yankee Bonds: Dikeluarkan oleh pihak yang mengeluarkan dana di luar negeri untuk para investor Amerika Serikat.
Samurai Bonds: Obligasi dalam denominasi Yen , yang dikeluarkan di Jepang oleh Pemerintah Lain atau perusahaan-perusahaan lainnya; yang hanya dapat diuangkan di Jepang walaupun diterbitkan dalam mata uang ganda (dual currency).Dragon Bond
Dragon Bonds: Obligasi dikeluarkan dan harganya ditetapkan di Asia untuk para investor non Jepang
Senior Bonds: Obligasi yang memiliki hak jklaim yang kuat
Convertible Bonds: Obligasi yang dapat dikonversi dalam kepemilikan saham.
Callable Bonds: Obligasi ini tidfak selalu tunduk pada persyaratannya; misalnya dapat meminta pembayaran sebelum jatuh tempo dengan alas an tingkat suku bunga rendah; dan kemudian dapat dususul dengan obligasi baru
Zero-Coupon Bond: Obligasi yang tidak membayarkan bunga kecuali saat jatuh tempo
Inflation Indexes Bonds: Obligasi yang diterbitkan untuk menghindari kerugian investor dengan nilai konstan tidak terpengaruh tingkat inflasi

KEMAMPUAN MEMBAYAR PINJAMAN (DEPT SERVICE CAPACITY-
- Beban pinjaman luar negeri dapat diukur dengan melihat proporsi penerimaan devisa pada current account dalam Neraca Pembayaran Internasional yang berasal dari ekspor barang dan jasa yang diserap oleh oleh seluruh dept service yang berupa bunga dan cicilan utang. Ada dua indicator utama;
- Apabila kita mengukur kapasitas suatu negara melakukan pembayaran dalam valuta asing maka yang dipakai adalah apa yang disebut dept service ratio yaitu jumlah pembayaran bunga dan cicilan pokok pinjaman jangka panjang  dibagi dengan ekspor barang dan jasa.
- Apabila kita ingin mengukur kemampuan suatu negara dalam menciptakan sumber-sumber riil untuk membiayai impor dan dept service, perbandingan antara pembayaran bunga dengan GNP sering dipakai untuk menggambarkan beban pinjaman atau dept service atas kapasitas produksi suatu perekonomian

FUNGSI REGULEREN DARI HUTANG NEGARA
- Jika jumlah obligasi yang dipegang  atau dimiliki oleh penduduk yang tergolong kaya lebih besar dari pada beban pajak yang harus mereka bayar maka akan terjadi pembebanan bagi masyarakat miskin atas hutang negara yang berarti hutang negara justru mengakibatkan distribusi pendapatan yang semakin tidak merata.
Jika jumlah obligasi yang dipegang  atau dimiliki oleh penduduk yang tergolong kaya lebih kecil dari pada beban pajak yang harus mereka bayar maka akan terjadi proses redistribusi pendapatan yang makin baik dengan adanya hutang negara.

DEBT SERVICE RATIO DAN
POSISI UTANG TERHADAP EKSPOR (PERSEN)

TAHUN
DSR PEMERINTAH
DSR NASIONAL
POSISI TERHADAP EKSPOR
1994/1995
17,7
32,6
-
1995/1996
16,4
32,6
-
1996
-
34,0
1795
1997
-
44,8
207,8
1998
-
58,7
262,0
1999
-
51,9
240,0

Sumber :  lihat Didik J Rachbini, 2001


PEMBAYARAN POKOK DAN BUNGA UTANG LUAR NEGERI
PEMERINTAH DAN BUMN (JUTA US $)

TAHUN
POKOK
BUNGA
JUMLAH
1980
939
823
1762
1981
1.054
991
2.045
1982
1.104
1.132
2.23
1983
1.290
1.233
2.523
1984
1.600
1.62
3.229
1985
2.330
1.643
3.973
1986
2.622
2.072
4.694
1987
3.406
2.273
5.679
1988
4.439
2.526
6.965
1989
4.217
2.802
7.019
1990
4.352
2.879
7.231
1991
4.673
2.896
7.569
1992
5.182
2.932
8.114
1993
5.706
3.160
8.866
1994
5.609
3.18
8.79
1995
6.007
3.684
9.691
1996
7.917
3.053
10.970
1997
5.364
2.861
8.225
1998
4.263
2.953
7.216
1999
4.486
3.630
8116
JUMLAH
76.560
48.356
124916


Sumber :  Bank Indonesia 2000 (lihat Didik J Rachbini, 2001)

POSISI PINJAMAN LUAR NEGERI INDONESIA
MENURUT KELOMPOK PINJAMAN (JUTA US $)

TAHUN
PEMERINTAH
BUMN
SWASTA
JUMLAH
1969
2.437
NA
NA
2.437
1970
2.778
NA
NA
2.778
1971
3.255
NA
NA
3.255
1972
3.617
NA
NA
3.617
1973
4.426
NA
NA
4.426
1974
4.851
NA
NA
4.851
1975
6.611
1.832
NA
8.443
1976
8.295
2.009
NA
10.304
1977
9.654
1.875
NA
11.529
1978
11.330
1.708
NA
13.038
1979
11.775
1.793
NA
13.568
1980
12.994
1.876
NA
14.870
1981
13.945
2.184
2.718
18.847
1982
16.767
3.270
3.401
23.438
1983
19.953
3.480
3.824
27.257
1984
22.189
3.320
4.756
30.265
1985
25.321
2.997
6.839
35.157
1986
31.521
3.073
6.998
41.592
1987
38.417
3.149
7.963
49.529
1988
38.983
3.277
8.460
50.720
1989
39.577
3.650
9.173
52.400
1990
45.100
4.257
14.596
63.953
1991
45.725
3.359
16.613
65.697
1992
48.769
4.516
20.075
3.359
1993
52.462
5.060
23.070
80.592
1994
58.616
5.070
32.814
96.500
1995
59.588
4.822
43.421
107.832
1996
55.303
3.742
51.126
110.171
1997
53.865
3995
78.228
136.088
1998
67.315
4.153
79.418
150.886
1999(Mei)*
68.689
5.067
73.183
146.939

* Angka sementara
Sumber :  Bank Indonesia 2000 (lihat Didik J Rachbini, 2001)

TRANSFER NEGATIF UTANG LN PEMERINTAH
SEBELUM KRISIS 1986/87 – 1996/97 (TRILLIUN RUPIAH)

TAHUN
PEMBAYARAN
UTANG DITERIMA
SURPLUS / DEFISIT
1984/85
2,777
3,409
0,632
1985/86
3,323
3,503
0,180
1986/87
5,058
3,795
-1,263
1987/88
8,205
5,430
-2,75
1988/89
10,940
7,950
-2,990
1989/90
11,939
8,422
-3,517
1990/91
13,395
8,508
-4,85
1991/92
13,434
8,486
-4,948
1992/93
15,627
9,099
-6,28
1993/94
16,712
9,126
-7,586
1994/95
17,900
10,000
-7,900
1995/96
18,000
11,000
-8,OO*)
1996/97
19,939
13,152
-6,784
Transfer Negatif Total (TNT)
Undisbursed Loan
TNT + Undisbursed Loan
-57,186
44,270
101,456

Sumber :  lihat Didik J Rachbini, 2001

PERKEMBANGAN NERACA TRANSAKSI BERJALAN
TAHUN
TRANSAKSI BERJALAN 
(JUTA US $)
KETERANGAN
1969
-474

1970
-353

1971
-435
Devaluasi 378 – 415 (9,8%)
1972
-543

1973
1159

1974
-138

1975
-854

1976
-802

1977
-690

1978
-1155
Devaluasi  415 – 625  (50,6%)
1979
2198

1980
2131

1981
-2790

1982
-7039

1983
-4151
Devaluasi 702 – 970 (38%)
1984
-1968

1985
-1832

1986
-4051
Devaluasi 1354 – 1644 (21%)
1987
-1707

1988
-1859

1989
-1599

1990
-741

1991
-4354
Gebrakan Sumarlin
1992
-2561

1993
-294

1994
-3454

1995
-6900

1996
-8800

1997
-10700
Krisis moneter
1998
-11700

1999
-11400


Sumber :  lihat Didik J Rachbini, 2001

HUBUNGAN ANTARA NEGARA YANG BERUTANG
DENGAN PEREMBANGAN PENEBANGAN DAN KERUSAKAN HUTAN

NO.
NEGARA YANG BERUTANG (US $)
RANGKING TEBANG MENURUT WRI / MEYERS
HUTAN SLI YANG RUSAK (%)
1
Brasil (112,5)
1
Brasil / Brasil
23
2
Meksiko (112)
2
India / Indonesia
30
3
Argentina (65)
3
Indonesia / Myanmar
51
4
India (60)
4
Kolombia / Meksiko
58
5
Indonesia (53)
5
Myanmar / Kolombia
63
6
Cina (45)
6
Meksiko/ Thailand
83
7
Korea Selatan (44)
7
Cote d’ivore / Malaysia
48
8
Nigeia (31)
8
Sudan / India
90
9
Venezuela (30)
9
USA / Ngeria
61
10
Filipina (29)
10
Nigeria / Zaire
20
11
Algeria (28)
11
Thailand / New Guinea
15
12
Thailand (24)
12
Zaire / Vietnam
77
13
Chile (22)
13
Ekuador
26
14
Peru (20,7)
14
Peru / USA
82
15
Maroko (20,5)
15
Malaysia / Ekuador
42
16
AS (20)
16
Fenuzuela / Filipina
80
17
Malaysia (19,5)
17
Paraguay / Cote d’ivore
90
18
Pakistan (18)
18
Filipina / Kamerun
25
19
Kolombia (1,5)
19
Kamerun /  Fenuzuela
16
20
Cote d’ivore (14,5)
20
Vietnam / Madagaskar
61
21
Ekuador (12,5)
21
Madagaskar / Bolivia
22
22
Vietnam (11,6)



23
Bangldesh (10,7)



24
Sudan




Sumber:
Susan George, 1992, The Debt Boomerang; How Third World Debt Harm Us All, Westview Press, London p.10 -11 (lihat Didik J Rachbini, 2001)

INDEK KORUPSI BIROKRASI DI INDONESIA DAN NEGARA LAIN

NEGARA
INDEK EFISIENSI KORUPSI
INDEK ATURAN HUKUM
INDEK SISTEM YUDISIAL
Jepang
8,52
8,98
10,00
Singapura
8,22
8,57
10,00
Hongkong
8,52
8,22
10,00
Malaysia
7,38
6,78
9,00
Taiwan
6,85
8,52
6,75
Korea
5,30
5,35
6,00
Pilipia
2,92
2,73
4,75
Thailand
5,18
6,25
3,25
Indonesia
2,15
3,98
2,50

Sumber :     Laessen, Jankov, danLang 1999; dan La Porta et. Al. (1998 dan  1999) (dalam Didik J Rachbini, 2001)

DESENTRALISASI FISKAL
ADA TIGA PENGERTIAN DESENTRALISASI FISKAL
- Pertama; desentralisasi mberarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah pusat ke instansi vertikal yang ada di daerah atau ke pemerintah daerah (dekonsentrasi)
- Kedua; delegasi berhubungan dengan suatu situasi; yaitu daerah bertindak sebagai perwakilan dari perwakilan pemerintah untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah.
Ketiga; devolusi (pelimpahan) berhubungan dengan suatu situasi yang bukan saja implementasi tetapi jugakewenangan untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan , berada di daerah .

Menurut (Bird; 1980) pengamatan terhadap desentralisasi  dapat dari;
- Bawah ke atas (bottom up)  yang umumnya menekankan nilai politis. Literatur ilmu politik umumnya mengangkat kebaikan-kebaikan dari pendekatan ini misalnya partisipasi lokal; efisiensi alokasi dalam pengertian perbaikan kesejahteraan (Oates; 1972).
- Top-down umumnya didasarkan pemikirannya adalah  meringankan beban pusat dengan mengalihkan defisit (atau paling tidak sebagian dari tekanan politis atas defisit) ke bawah (Wallich; 1994).
- Lebih penting dari itu (Bahl; 1998) menyatakan bahwa reformasi perpajakan dan perimbangan keuangan pusat daerah bertujuan untuk ; (a) menegaskan kembali kontrol makro-ekonomi dan (b) menjamin sumber-sumber yang cukup bagi pusat untuk mencapai tujuan-tujuan seperti pembangunan infra-struktur antar daerah.

TARIK MENARIK ANTARA PEMERINTAH DENGAN DAERAH
- Wewenang dan tugas daerah  (Expenditure assigment)
- Wewenang daerah untuk memungut pajak (tax assigment)
- Sistem transfer antar pemerintahan (intergovernmental fiscal transfer)
- Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 DAU menggantikan posisi transfer block grand minimnal 25 % dari APBN terbagi dalam Perincian; 22,5% dari penerimaan dalam negeri dibagikan dibagikan kepada kepada semua Kabupaten / Kota (90), dan 2,5% (10%) lainnya untuk seluruh Propinsi.


TUJUAN TRANSFER DANA INTER-PEMERINTAHAN
Kesenjangan Fiskal adalah kesenjangan antar jenjang pemerintah dalam melaksanakan fungsi-fungsi penerimaan dan pengeluaran. Penyebabnya masing-masing daerah memiliki keunggulan komparatif yang berbeda misalnya Kaltim unggul dalam SDA, DKI unggul dalam struktur ekonomi.  Rao (2000;112) mengatakan bahwa Pemerintah Pusat memiliki keunggulan dalam melaksanakan fungsi stabilisasi dan redistribusi sementara dalam teori desentralisasi dinyatakan bahwa sepanjang tidak ada persoalan dengan skala ekonomi maka penyelenggaraan pelayanan oleh pemerintah daerah akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Prinsip diatas membawa dua implikasi penting; yaitu
Pertama; Terhadap basis pajak yang dapat berpindah secara geografis  (antar wilayah) proses pengumpulannya harus diserahkan kepada pemerintah pusat, untuk mengontrol “free-riders” seperti pengeksporan pajak, penghindaran dan penggelapan pajak dll, sementara Pemda harus menggali penerimaan dari retribusi dan pajak-pajak yang tidak mudah bergerak.
Kedua; untuk menghasilkan pelayanan yang optimal, jenjang-jenjang pemerintahan yang ada di daerah seharusnya menyediakan pelayanan yang bersifat “kedaerahan”.

TUJUAN TRANSFER DANA INTER-PEMERINTAHAN
Adanya kesenjangan atau variasi yang sangat tajam mengenai kapasitas penerimaqan diantara pemerintah daerah. Perbedaan kemampuan fiskal ini dapat berakibat berbedanya tingkat pelayanan umum antar daerah.  Oleh karena itu perlu dana antar pemerintah. Hal ini mengingat keadilan horizontal dapat dimaknai dari dua sudut pandang (Rao; 2000; 134) yaitu;
- Pertama dalam lingkup yang luas keadilan system fiskal harus berlaku sama bagi setiap individu. Apabila ada orang yang beruntung ketika berhadapan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, maka keberuntungan yang sama harus bertlaku bagi orang lain di daerah yang lain.
- Kedua; keadilan horisontal  dalam  pengertian sempit bertitik tolak dari pendapatan riil yang dinikmati oleh masing-masing orang sebagai akibat dari adanya kegiatan-kegiatan anggaran dari jenjang pemerintah daerah. Kegiatan alokasi pemerintah pusat oleh karena itu sejak awal diperlukan untuk mengatasi efek-efek anggaran pemerintah daerah dan fungsi redistribusi lainnya.


TUJUAN TRANSFER DANA INTER-PEMERINTAHAN
Mengatasi Eksternalitas dalam arti adanya inter-jurisditional (positive or negatif spill over) atas sebuah keputusan fiskal dari suatu daerah kepada masyarakat daerah lain

JENIS TRANSFER DAN TUJUANNYA
Pengelompokan transfer seringkali dikaitkan dengan issu-issu berikut:
- Pertama; apakah penggunaan dana tersebut untuk tujuankhusus atau umum;
- Kedua apakah dana tersebut teralokasi secara otomatis melalui formula tertentu atau teralokasi karena adanya proyek tertentu
- Ketiga; apakah dana dari pusat tersebut yhanya sebagai pelengkap dari dana yang sudah disediakan oleh pemerintah daerah
- Keempat; apakah besarnya dana bantuan tersebut terbatas atau tidak terbatas.

DANA ALOKASI UMUM
- Dana Alokasi Umum (general grants, general-purpose transfer adalah bantuan tanpa memerlukan persyaratan tertentu, atau ada pembatasan tetapi tidak ketat. Juga dikenal istilah block grants yang merupakan dana bantuan khusus tapi penggunaannya amat fleksibel.
- Dalam banyak kasus alokasi dana umum didasarkan atas formula tertentu. Bila dalam formula tersebut memasukkan factor-faktor yang tidak dapat dikontrol langsung oleh pemerintah, misalnya jumlah penduduk dan income percapita, maka dana tersebut bersifat lump-sum murni. Sebaliknya jika formula tersebut memperhitungkan variable-variabel yang dapat dikontrol oleh jenjang pemerintah penerima bantuan, seperti pengumpulan pajak maka jumlah dana yang dialokasikan dapat dipengaruhi oleh keputusan fiskal yang diambil oleh pemerintah penerima bantuan sehingga bentuknya berupa dana pendamping atau revenue sharing
- Dana bantuan yang bersifat umum ini umumnya ditujukan untuk menjamin terciptanya keadilan horizontal, karena maksud dari transfer ini untuk memberdayakan semua jenjang pemerintahan daerah dalam menyediakan pelayanan umum pada tingkat tertentu. Oleh karena itu sering dianjurkan bantuan ini sering dianjurkan alokasinya didasarkan pada kesenjangan antara kemampuan penerimaan dan kebutuhan pengeluaran (Rao, 2000; Bird dan Vailancourt, 2000)..
- Untuk kasus Indonesia selama Orde Baru yang termasuk bantuan ini adalah INPRES DATI I, II, dan INPRES Desa, termasuk IDT (Shah, 2000). Sementara yang dipergunakan di Amerika sangat luas, seperti; kesehatan, jaminan sosial, pembangunan masyarakat, transportasi lokal dll. (Fisher, 1996).

FORMULA DANA ALOKASI UMUM
Formula DAU sudah mengalami satu kali revisi, tapi masih mengandung dua komponen, yaitu komponen minimum  dan komponen variable. Format yang direvisi adalah :
DAU = AM + (Bdi X DAUkf).
AM = LS + Pr. G. Dimana :
DAU= Total DAU yang diterima Daerah ke I
AM= Alokasi Minimum untuk setiap Daerah
BDi = Bobot Daerah ke I
DAUkf  =  DAU total yang dialokasikan berdasarkan kesenjangan fiscal
LS= Lump-sum
Pr.G. = Alokasi berdasarkan proporsi kebutuhan gaji

Bagian DAU dalam bentuk variable dialokasikan berdasarkan bobiot masing-masing Daerah (Bdi) dan bobot ini dihitung dengan kesenjangan fiskal yang besarnya sama dengan selisih antara kebutuhan fiskal dan kemampuan fiskal di setiap Kabupaten / Kota yang dirumuskan :

FORMULA DANA ALOKASI UMUM
NFD = (0,4 IP + 0,1 IKR + 0,1 IW + 0,4 IHB; dimana
    NFD
=
Kebutuhan fisik Daerah
    IP
=
Indek penduduk
    IKR
=
Indek kemiskinan relatif
    IW
=
Indek wilayah
    IHB
=
Indek harga bangunan
v  Sementara kebutuhan fiskal daerah  (NFD) dihitung berdasarkan PAD daerah dan potensi benerimaan bagi hasil yang diterima daerah (dari PBB, BPHTB, PPh perseorangan dan SDA). Khusus SDA yang diperhitungkan hanya 75%. Formula penentuan besarnya kemampuan fiskal adalah:

FORMULA DANA ALOKASI UMUM
      CFD = PAD + PBB + BPHTB + PPh + 0,75 SDA, dimana :
      CFD
=
Kemampuan Fiskal Daerah
      PAD
=
Pendapatan Asli daerah
      PBB
=
Pajak Bumi dan Bangunan
      BPHTB
=
Biaya perhitungan harga tanah sdan bangunan
      PPh
=
 Pajak penghasilan perorangan
      SDA
=
Sumber daya alam
q  PAD yang diperhitungkan bukan nilai PAD riil tapi nilai potensial yang masing-masing Daerah diestimasi dengan model PAD = b1 +  b2 PDRB Jasa, dimana b1 dan b2  adalah parameter yang ingin diestimasi dan PDRB Jasa adalah Produk Regional Bruto sektor jasa.
q  Setelah kebutuhan dan kemampuan fiskal diketahui maka kesenjangan fiskal tiap daerah dapat dihitung NFD -  CFD. Dari sini bobot Daerah (Bdi) dalam formula DAU dapat dihitung dengan :
      BDi
=
Kesenjangan Fiskal Daerah I

Total Kesenjangan Fiskal Seluruh Daerah





DANA ALOKASI KHUSUS
q  Dana alokasi khusus atau categorical grants, specific purpose transfer dikaitkan de4ngan penggunaan dana alokasi tersebut, yang umumnya untuk memberikan kompensasi ekstrenalitas. Tapi di China tujuannya untuk mencapai sasaran pemerataan (Bahl; 200;77). Untuk Indonesia sejak Orde Baru yang dikategorikan dalam bentuk ini adalah: (a) subsidi daerah otonom untuk membayar gaji pegawai daerah, (b) INPRES pembangunan untuk sektor tertentu; seperti jalan, SD, Puskesmas, dan Kehutanan (Shah, 2000; 171).
q  Distribusinya dapat dalam bentuk lump-sum jika jumlah dana yang dialokasikan tidak berubah seiring dengan perubahan pajak atau pengeluaran jenjang pemerintahan penerima (tidak terkait dengan keputusan fiskal); atau dalam bentuk maching (pendamping) bila besarnya bantuan dikaitkan dengan keputusan fiskal pemerintah penerima.
q  Dana pendamping ditawarkan untuk melengkapi setiap rupiah dari pajak atau pengeluaran dari jenjang pemerintah penerima untuk menyediakan pelayanan tertentu dengan dana pendamping sebesar R. Jika R = 1, maka setiap rupiah yang dimiliki oleh pemda akan menerima bantuan sebesar 1 rupiah selanjutnya dikatakan maching rate-nya sama dengan (R = 1). Demikian jika R = 0,5 maka dana bantuan membiayai sepertiga dari kebutuhan fiskal.
q  Bantuan dana pendamping ini ini akan menurunkan harga dari tambahan pelayanan tertentu. Misalnya R =1 berarti peningkatan pelayanan senilai 1 rupiah hanya membutuhkan biaya pajak lokal sebesar 0,5 rupiah (P, local tax price atau marginal local)
q  Selanjutnya dana alokasi khusus baik yang bersifat lump-sum atau pendamping dapat didistribusikan berdasarkan formula tertentu atau berdasarkan proyek dan keduanya dapat bersifat terbatas atau tidak tterbatas.

BENTUK DANA ALOKASI INTERPEMERINTAH

BATASAN PENGGUNAAN


DANA ALOKASI KHUSUS





DANA ALOKASI UMUM












Metode

Formula

Per-Proyek




Formula












Bentuk

Lump-sum

Pendamping



Lump-sum

Revenue-Sharing (Banyak variable penentu)











Jumlah Bantuan


Terbatas (Closed-ended)


Tak terbatas (Open-ended





DAMPAK NEGATIF TERBESAR KEGAGALAN DESENTRALISASI FISKAL

q  Kegagalan memperbaiki pemberian pelayanan daerah kepada rakyat;
q  Instabilitas Nasional
q  Pengalaman internasional menunjukkan bahwa jika suatu negara mendesentralisasikan tanggung jawab pengeluarannya lebih besar dari sumber-sumber yang tersedia maka (a) tingkat pelayanan akan menurun atau  (b) daerah menekan pusat untuk tambahan dana atau pinjaman daerah yang lebih besar.
Persyaratan keberhasilan;
q  Pertama; proses pengambilan keputusan tentang biaya dan manfaat harus transparan dan pihak-pihak yang terkait memiliki kesempatan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan tersebut;di daerah
q  Biaya biaya dari keputusan yang diambil sepenuhnya harus diambil dari masyarakat setempat (Bird & Vailancourt; 2000)